Jumat, 16 Januari 2015

Jalan pun memiliki tikungan dan kerikil untuk selalu menemaninya

17 January 2015

Assalamua'alikum wr.wb.

Alhamdulillah pagi ini saya memiliki waktu yang bisa menggerakkan saya menuliskan sedikit kata-kata pada blog saya. Saya ingin menuliskan perjuangan menggapai cita-cita. Jujur saja, saya adalah orang yang sebetulnya kurang memahami keingan saya untuk menjadi apa saya kelak. Sebenarnya saya adalah orang yang mengikuti alur, atau bisa juga disebut beruntung. Orang tua saya memang bukanlah orang kaya, atau pejabat atau yang bekerja diinstansi pemerintahan. Orang tua saya adalah seorang petani, dan ibu saya adalah seorang ibu rumah tangga yang berpenghasilan dari jualan/warung kecil. Tetapi alhamdulillah, meskipun mereka bukanlah orang yang memiliki pendidikan yang tinggi hanya sebatas SMA memiliki memiliki cita-cita yang begitu besar kepada anak-anaknya. Berharap anak-anaknya dapat merasakan pendidikan yang tinggi, yang kelak dapat memiliki pekerjaan yang layak untuk hidup kami. Menurut mereka hanya dengan ilmu ini lah mereka bisa memberikan bekal, jika kelak kami dewasa mereka berharap ilmu inilah yang dapat kami gnakan sebagai bekal hidup. Sungguh mulia sekali harapan mereka, dan saya rasa setiap orang tua yang ada di dunia ini juga akan memiliki cita-cita yang sama dengan orang tua saya. Tak banyak rintangan saya bisa menjajaki dunia pendidikan ini. Saya dan adik saya saat ini mampu menyelesaikan tanggung jawab kami untuk lulus dari pendidikan S1 kami. Meskipun, ditengah perjalanan kami meniti itu memang tak semulus jalan tol. Kendala yang tak lain memanglah masalah ekonomi. Menurut orang tua kami, memang tanggung jawab mereka untuk masala itu, tetapi sebagai seorang anak kami selalu merasa kasihan kepada mereka. apalagi kami tiga bersaudara, saya dan adik kedua saya menyelesaikan S1 di tempat yang berbeda dan hal ini lah yang membuat biaya hidup lebih besar. Kami selalu ingat pesan orang tua kami meraka selalu berpesan kalau masih belajar maka harus sanggup "Hidup prihatin". Kami memang tak pernah diajarkan untuk hidup manja, kami juga menyadari betapa bersusah payahnya kedua orang tua kami menbanting tulang untuk mencari nafkah biaya untuk sekolah kami. Alhamdulillah Allah SWT selalu memberikan rezekinya dan karunianya kepada kami. Meskipun kami selalu merasa bersedih melihat kerja keras orang tua kami yang tak pernah mengenal lelah, panas, hujan, dan terik matahari. Terkadang yang membuat kami begitu ingin menangis dan menjerit adalah ketika mereka jatuh sakit tetapi mereka selalu menutupi keadaan itu dari kami. Inilah yang membuat saya termotivasi untuk hidup yang lebih baik, berharap kelak jerih payah mereka bisa kami ganti senyum dan kebahagiaan di hari tua mereka aammiin, semoga Allah SWT ijabah doa kami. 

Sampai detik ini saya pribadi belum bisa membahagiakan mereka. Saya yang masih melanjutkan pendidikan masih saja menyusahkan mereka. Seharusnya disaat mereka seperti ini saya sudah bisa memberikan sedikit senyuman kepada mereka, karena menurut saya semua yang mereka korbankan untuk kami tak kan cukup kami menggantikannya. Ibu, Ayah.....saya memang anak yang tak pernah mengucapkan kata-kata sayang saya dihadapan kalian. Tapi perlu Ibu dan Ayah tahu, saya begitu menyayangi kalian. Sampai detik ini dalam benak saya tujuan hidup saya adalah membahagiakan kalian. Tak pernah terlintas sedikit pun dalam benak saya untuk melakukan hal-hal yang membuat kalian kecewa. Saya tahu betapa sayangnya juga kalian terhadap kami. Saya tahu Ibu, Ayah..dalam setiap sujud dan doa kalian tak pernah kaliam lupa memanjatkan doa untuk kami. Kekuatan ini lah yang membuat saya terus bertahan Ibu, Ayah...Keluarga menurut saya adalah segalanya. Sampai saya menjadi seorang yang penakut. Penakut dalam artian saya selalu berpikir apakah yang akan saya lakukan akan membuat kalian kecewa, jika iya saya akan memilih untuk melupakan itu. Ayah, Ibu jika anak perempuan seumur saya bersuka cita bercerita tentang lelaki pilihan hatinya untuk yang ke sekian kalinya, tetapi saya tidak itu karena saya tidak ingin dahulu memiliki teman lelaki di hati. saya akan tetap mengutamakan tujuan hidup saya yaitu kebahagiaan kalian. Saya begitu banyak berhutang budi, saya benar-benar ingin melihat kalian tersenyum bahagia, duduk manis di hari tua menikmati hasil panen yang telah kalian tanam dalam bertahun-tahun atau bahkan dalam seumur hidup saya Ibu, ayah...

Ibu dan ayah maafkan saya sebagai anak perempuan pertama kalian yang belum bisa memberikan apapun. Maafkan saya jika minggu-minggu ini dalam hati saya goyah untuk tujuan saya. Maaf kan saya karena sempat terbesit untuk menghentikan langkah ini sampai pendidikan ini selesai. Padahal jika saya menengok kebelakan, betapa susah payahnya engkau membiayai saya sampai saya pada tahap ini. Hanya untuk satu tahap lagi, saya terbesit untuk menyerah...Saya sadar betapa bodohnya saya. Saya sadar betapa egoisnya saya. Betapa pengecutnya saya, betapa lemahnya saya, betapa kurang bersyukurnya saya diberikan nikmat ini. Ingin mencapai puncak gunungpun harus mendaki dengan penuh kesabaran, dengan penuh kehati-hatian agar tak tergelincir untuk jatuh kebawah lagi, untuk tidak jatuh pada setiap curam-curam tajam itu. Maafkan saya Ibu, Ayah...jika sedikit cobaan ini membuat saya mengeluh bagaimana dengan kalian yang tak pernah mengenal lelah untuk saya, saya tahu kalian pasti lelah tetapi kalian tak akan pernah mengucapkan hal itu di depan saya. Jika Allah masih memberikan ujiannya saat ini kepada saya itu karena Allah masih sayang kepada saya. Saya baru menyadari itu, dan saya yakin bahwa Allah tidak akan menguji hambaNya di luar batas kemampuannya. 

Puncak gunung itu memang tinggi. Jika ingim sampai disana maka harus mendaki. Jika kita mendaki maka saat kita mencapai puncaknya maka akan begitu terasa kebahagian yang luar biasa dari perjuangan kita mendaki. Lelah, berjuang, dan perasaan apapun akan tergantikan dan terbayar jika kita sudah mencapai puncak itu. Sulit memang, mendaki memang butuh kesabaran dan kebulatan tekad. bahkan di tengah-tengah perjalanan kita akan merasa lelah. Tetapi dengan kebulatan tekat maka insya allah semua akan terlewati, karena jalan kerikil dan jalan-jalan terjal hanyalah proses yang harus dilewati untuk kita bisa mencapai puncak gunung. Jika kita sudah sampai pada puncak itu yang terlihat akan ada pemandangan yang indah, kesyukuran atas nikamat Allah yang begitu besar, dan jalan terjal dan curam di belakang akan mengingatkan kita usaha keras untuk  sampai disini dan mengingatkan kita untuk terus berhati-hati dan bersyukur.

Puncak gunungpun sama halnya dengan ujung jalan. Ujung jalan itu terdapat kedua orang tua yang selalu melambaikan tangannnya agar kita bisa sampai pada ujung jalan itu. Meskipun sulit, terkadang harus tertatih, lelah dan bahkan jatuh karena lari ingin sampai disana dan bahkan tergelincir oleh kerikil-kerikil, itu lah tempaan yang kuat agar kita bisa menjadi manusia yang kuat. Manusia yang tak mengenal putus asa, dan lelah. Jika saya lelah saya akan melihat lambaian orang tua saya, maka saya akan merangkak dan mencoba kembali bangkit. Mengumpulkan kekuatan untuk kembali tegak dan berlari. Untuk menggapai tangan kedua orang tua saya, untuk kembali dalam pelukan bahagia mereka. Untuk melihat betapa senang dan bahagianya mereka. Untuk melihat kerut mata dan uban mereka, karena begitu kerasnya mereka bekerja untuk kami. Ya Allah yang Maha pemberi Hidup dan karunia, limpahkan kepada keluarga ku selalu kesehatan, kebahagian dunia dan akhirat, dan lindungilah kammi dari segala mara bahaya, siksa kubur, fitnah, dan penyakit hati. Ya Allah ijinkanlah kami menjadi anak-anak yang berbakti kepada kedua orang tua kami, bangsa, dan agama dan jadikanlah kami anak-anak yang bermanfaat untuk sesama. Aaamiiiin yaa robbalalamiin.
Ini adalah hari wisudaku menempuh Sarjana Pertanian, terbayang bahagianya mereka saat itu. Meskipun itu tidak sebanding dengan pengorbanan mereka untuk saya.

Ini foto diambil saat adik kedua saya menyelesaikan Sarjana Pendidikan dibidang Geografinya. Semoga kelak dengan bekal ilmu kami bisa berbakti kepada kedua orang tua kami dan memberikan kebahagiaan aamiin
Foto ini diambil pada saat lebaran idul fitri tahun 2014 kemarin 

Sekarang menunggu foto wisuda ke-2, insya allah sebentar lagi, dengan segala pertolongan Allah SWT, aamiin. Dan menunggu hari bahagia saat kami mampu menyisihkan hasil kerja keras kami untuk tabungan mereka, aaamiiin. Semoga tetap selalu istiqomah dg niat ini. dan menjadi anak yang selalu berbakti kepada kedua orang tua kami aamiin.

By: Me_anandamu Ayah, Ibu
Love You always